Lupita (^_^). Powered by Blogger.
RSS

Hello nice to meet you,
Feel free to comment and visit my facebook for more sharing..

with love
Loephytta~

When It Comes To An End



“Jadi dia itu siapa?” tanyaku halus. Aku tak ingin sedikitpun melukainya. Tak pernah ingin.
“Dia temenku. Kamu harus tanya berapa kali? Aku harus jawab berapa kali? Jawabannya nggak bakal berubah.” Jawab Verdo sewot. Agaknya kata-kataku menyinggung perasaannya.
“Aku kan berhak tau.” Belaku.
“Iya, aku juga ngerti. Tapi kamu kan udah nanya hal itu berkali-kali! Apa perlu pertanyaan yang sama diulang-ulang terus?!” balasnya meninggikan suaranya.
Aku merinding. Dan menundukkan kepalaku dengan sangat sedih.
Aku dan Verdo sudah hampir satu tahun pacaran. Sudah lumayan lama. Kupikir, kami sangat cocok. Bukan berarti kami sepaham dan sealiran, tapi kurasa kami cocok karena berbeda. Waktu selama pacaran ini kubuat agar dia tak bosan bila bersamaku. Aku berusaha mempertahankan kehadirannya dalam lubuk hatiku. Aku sayang dia. Dan semoga dia juga. Sayang padaku.


Tapi, kenyataannya salah. Sekarang, terlihat kalau hubungan kami nggak lebih dari bertepuk sebelah tangan. Aku sayang dia. Dia tidak. Aku selalu memikirkannya. Dia tidak. Aku selalu ingin ada di sisinya. Dia tidak. Dan masih banyak yang menurutku aku iya dan dia tidak lainnya.
Kecocokan yang timbul dari perbedaan kamilah yang membuatku terus bertahan. Jika dia suka ini, aku suka itu. Kalo dia ngajak ke sana, aku minta ke sini. Semuanya serba berbeda, tapi kami masih bisa menjalaninya.
Aku sudah berusaha mempercayai kata-katanya. Saat dia bertemu cewek bernama Alena dalam suatu kegiatan OSIS yang diikutinya, yang memaksanya bertemu dengan anggota OSIS sekolah lain, dia mengenalkannya padaku hanya sebatas kenalan lewat OSIS.
Tapi semenjak itu, Verdo banyak berubah. Dia tak lagi mengajakku pulang bersama, dia tak menghiraukan aku saat berpapasan secara kebetulan, dan dia seperti lupa akan aku yang notabene pacarnya yang sudah cukup lama pacaran. Ya, dia seperti menjauhiku perlahan.
Aku mengacuhkan semua pikiran burukku. Dan beralih pada masalahan lain yang tak berhubungan dengan Alena lagi.
“Bagaimana kalo hari ini mampir ke rumah? Udah lama kan kamu nggak makan malam di rumahku?” tawarku padanya. Mengembangkan senyum sebisa mungkin.
Tapi dia menggeleng dengan sangat cepat.
“Aku sudah ada janji sama Theo mau bikin tugas bareng. Jadi nggak bisa. Ya udah, aku pulang.” Pamitnya tanpa menunggu persetujuan dariku.
Aku hanya bisa menghela nafas panjang sambil menatap kepergiannya sambil lalu.
Ya, Tuhan... apa memang seharusnya semua ini harus diakhiri?
*           *           *
Malamnya, perasaanku jadi tidak enak. Ada sesuatu yang tiba-tiba mengganjal di pikiranku. Aku tidak tau kenapa, tapi yang jelas ada hubungannya dengan Verdo. Karena perasaanku hanya bisa berubah tiba-tiba karena sesuatu yang menyangkut tentangnya.
Kuangkat hape dan mencari kontak nomor yang ingin kuhubungi. Bukan. Bukan Verdo. Tapi Theo. Entah kenapa perasaanku mengatakan aku harus menghubungi Theo dulu sebelum menghubungi Verdo. Tak dapat kupikirkan alasannya.
“Halo, Theo?”
“Iya, kenapa Sa?”
“Anu, Verdo ada di situ, kan?”
“Verdo? Nggak tuh! Aku kan lagi ada di Bekasi. Jadi nggak ketemu Verdo. Kenapa?”
Kata-kata Theo barusan membuatku layaknya tersambar petir ratusan ribu volt. Kepalaku jadi berkunang-kunang.
“Te, terus... katanya kalian mau ngerjain tugas?” tanyaku berusaha se-biasa mungkin.
“Tugas apa ya? Kan bentar lagi mau semester-an, jadi guru-guru udah nggak tega buat ngasih tugas.”
“Jadi, kalian nggak ada janji mau bikin tugas bareng?”
“Nggak tuh.”
Tenggorokanku tercekat. Jadi sulit untuk bernafas. Dadaku terasa sangat sesak. Jadi begini rasanya dibohongi?
“Kalo begitu, makasih ya The?”
Aku menghempaskan diri di sofa kamarku. Kepalaku jadi tambah berat. Kenapa Verdo bisa jadi setega ini? Membohongiku? Mencari alasan yang nggak jujur? Kenapa?
Aku tak sanggup membayangkan apapun. Apalagi yang menyangkut masalah Alena. Aku sudah tak sanggup memikirkannya barang sedikit. Hapeku sudah kutaruh di meja lagi. Sekarang rasanya aku nggak bisa menelpon Verdo untuk memastikan. Seluruh jiwa dan ragaku jadi layu. Perlahan, air mataku menetes membasahi pipi. Aku menangis, sejadi-jadinya.
*           *           *
Paginya aku langsung mendatangi Verdo di kelasnya. Dia sedang berbicara dengan teman-teman satu genk-nya.
“Bisa ikut aku sebentar?”
Dengan enggan, Verdo mengikutiku keluar kelas. Dengan malas-malasan, dia bertanya, “Ada apa sih?”
“Kemaren kemana?”
“Ke rumah Theo kan?”
“Bohong. Kemaren aku udah telpon Theo, dan dia ada di luar kota. Kamu nggak mungkin pergi ke sana.”
Wajah Verdo tampak sangat marah. “Jadi begitu?! Kamu nggak percaya sama aku sampe perlu menyelidiki apa aku benar-benar melakukan apa yang aku katakan? Begitu?”
“Bukan. Tapi kan wajar kalo aku pengen tau apa yang kamu lakukan?”
“Wajar! Wajar! Sejak kemaren kamu bicara soal wajar-wajar terus! Emang kenapa kalo aku nggak dirumah Theo? Apa salah kalo aku pengen pergi tanpa kamu?”
Aku menahan nafasku. “Jadi benar, kamu pergi?”
Verdo membuang wajahnya masam.
“Sama Alena kan? Bener sama Alena?” introgasiku meminta jawaban secepatnya.
“Kalo iya kenapa? Mau protes?” balas Verdo nggak mau kalah. Tubuhku melemas. Saat air mataku ingin tumpah, aku melarikan diri dari tempat itu. Pergi.
*           *           *
Semalaman aku terus menerus menangis. Menangisi apa yang sudah terjadi. Menangisi apa yang kumulai. Dan menangisi apa yang akan berakhir. Saat aku teringat perkataannya tadi di sekolah, aku tau. Verdo bukan Verdo yang dulu lagi. Verdo yang sekarang, sama sekali tak mencintaiku lagi. Verdo yang sekarang sudah memiliki seseorang yang lain di hatinya. Verdo yang bahkan sama sekali tidak kukenal.
Aku menangis dan terus menangis. Menghabiskan sisa air mataku yang terakhir. Kupikir, pasti air mataku akan habis. Dan besok, tak ada waktu lagi untuk menangis. Akan kuakhiri hubungan ini. Sudah sepantasnya aku minta putus atas hal yang kumulai. Ya, aku janji. Aku takkan menangisi apapun setelah ini selesai.
*           *           *
Esoknya, sudah kuputuskan untuk mengakhiri hubunganku dengan Verdo yang kurasa semakin sulit. Verdo sudah tak mencintaiku lagi. Aku juga sudah tak sanggup menutupi kepedihan yang tergurat dalam dalam hatiku.
Aku berhasil menemuinya di tempat parkir, saat janjian pulang bersama seperti biasanya.
“Do, ada sesuatu yang pengen aku omongin.” Desisku pelan.
Verdo menatapku. Kemudian bertanya, “Ada apa?”
“Aku mau minta... putus.” Kataku cepat.
Sedikit lirikan di wajah Verdo, aku tak melihat ada ekspresi yang berubah. Verdo masih garang seperti Verdo yang tak kukenal selama beberapa waktu akhir-akhir ini. Karena tak ada reaksi, aku memberanikan diri mendongak.
Verdo masih menatapku. Matanya makin tajam dari yang lalu.
“Ya udah.” Verdo terdiam di tempat. Tanpa mau memandangku, dia kembali berkonsentrasi pada motornya yang belum diservis bulanan.
Aku membalik badanku. Melangkahkan pergi. Airmata yang sudah terkuras habis tadi malam, sekarang mengalir lagi entah berasal dari mana. Sulit. Ternyata lebih sulit dari yang kuduga. Ternyata sangat membutuhkan energi untuk berpisah daripada untuk bersama. Padahal aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak menangis. Tapi apa daya, air mata ini tak dapat dibendung sama sekali.
Tak kusangka hari-hariku bersama Verdo sangat membekas di ingatan. Walau sulit, kita selalu bersama. Meski berbeda, kita tetap menyatu. Mungkin memang cuma waktulah yang berhasil memisahkan hubungan yang dijalin selama ini.
Terima kasih, Do. Atas semua yang telah kamu berikan. Aku sangat bahagia pernah mengenalmu. Meski berpisah, aku yakin kamu akan baik-baik saja. Aku akan baik-baik saja. Hari yang akan datang pasti akan lebih membahagiakan dari sebelumnya. Juga cinta, pasti akan datang lagi seiring berjalannya waktu. Jika kamu tak mencintaiku, maka inilah jalan yang terbaik untuk kamu dan aku.
Berpisah.
*           *           *
I ever ask my self about something deep in your heart.
About what do you think of me.
But I don’t even know the answer.
Because it’s only can be found in your heart.
And when I wake from the sleepness,
I know...
You’re not loving me anymore.
*           *           *
 Loephytta~


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS